Laman

Kamis, 18 September 2014

Bahan Kimia Berbahaya di Laboratorium Pendidikan

I. BAHAN KIMIA BERBAHAYA DI LABORATORIUM PENDIDIKAN

A. Pengenalan Zat Kimia dan Sifat Zat Kimia

Pengenalan terhadap zat sangatlah penting, dan suatu keharusan bagi siapa saja yang berada di lingkungan zat (terutama dilaboratorium atau gudang bahan kimia) atau yang akan mengemas, menggunakan, atau memperlakukan zat itu dalam pekerjaan tertentu. Kemampuan ini sangat penting dan sangat membantu bagaimana orang itu seharusnya dan sebaiknya berbuat sehingga diri dan lingkungannya tetap bersih, sehat, dan aman disamping pekerjaannya menjadi lebih lancar dan cermat.
Sifat zat meliputi sifat fisis dan kimia. Sifat-sifat ini meliputi antara lain wujud, warna, bau, titik didih, titik bakar, higroskopis, daya larut, daya cemar, daya rusak, daya racun, rumus molekul, rumus kristal, dan kereaktifan. Sebagian besar zat kimia adalah pencemar bagi lingkungannya, dan sebagian zat ada yang mudah terbakar, mudah meledak, korosif (terutama asam-asam), merusak organ tubuh, atau meracuni organisme. Kereaktifan zat dapat diartikan kemudahan zat itu bereaksi dengan zat tertentu, udara, cahaya, atau benda lain yang berada disekitarnya.[1]
Zat dalam keseharian dapat dibedakan dalam :
a.       Bahan (material) yakni zat yang menjadi komponen dari suatu proses atau pembentukkan barang atau produk.
b.      Pereaksi (ragent), yakni zat yang berperan dalam suatu reaksi kimia atau diterapkan untuk tujuan analisis kimia.
Tabel Beberapa Zat dan Bahayanya
No
Sifat
Contoh Zat
Bahaya atau akibat
1
Mudah terbakar/ menyala
Pelarut organik, P, CS2
Kebakaran
2
Mudah meledak
TNT, KClO3
Ledakkan
3
Iritasi saluran pernafasan
Cl2, NO2 (asam HNO3)
Merusak jaringan
4
Iritasi kulit
Basa kuat, fenol
Kulit melepuh/ terbakar/ gatal
5
Iritasi mata
Methanol
Buta (terminum), gangguan mata,
6
Hidrasi
H2SO4 pekat
Membakar kulit, melapukkan kain
7
Oksidator
HNO3, H2SO4, KMnO4, KCr2O7, KCrO4, KClO3, H2O2
Merusak peralatan logam, kulit, plastik/karet
8
Korosif
Asam-asam
Merusak benda (logam/kayu)
9
Racun
Benezena, toluene, Cl2(g), Br2(g), Hg(g)
Kanker/gangguan pernafasan/kerapuhan tulang
10
Pencemar
Umumnya limbah kimia
Pencemaran (air, tanah, udara)


B.   Jenis Bahan Kimia Berbahaya di Laboratorium

Laboratorium kimia merupakan sarana penting untuk pendidikan, penelitian, pelayanan, serta uji mutu atau quality control. Berbagai jenis laboratorium kimia telah banyak dimiliki oleh sekolah lanjutan atas (SMA dan SMK), perguruan tinggi, industri dan jasa serta lembaga penelitian dan pengembangan. Karena perbedaan fungsi dan kegunaannya, dengan sendirinya berbeda pula dalam desain, fasilitas, teknik, dan penggunaan bahan. Walaupun demikian, apabila ditinjau dari aspek keselamatan kerja, laboratorium-laboratorium kimia mempunyai bahaya dasar yang sama sebagai akibat penggunaan bahan kimia dan teknik di dalamnya.
Dalam labolatorium perlu kita mengenal dan memahami bahan-bahan kimia berdasarkan jenis, sifat dan syarat penyimpanannya. Beberapa syarat penyimpanan berdasarkan jenis dan sifat bahan-bahan kimia secara singkat adalah sebagai berikut:
1. Bahan Beracun
Banyak bahan-bahan kimia yang beracun. Yang paling keras dan sering dijumpai di laboratorium sekolah antara lain: sublimate (HgCl2), persenyawaan sianida, arsen, gas karbon monoksida (CO) dari aliran gas.
Syarat penyimpanan:
a.       Ruangan dingin dan berventilasi
b.      Jauh dari bahaya kebakaran
c.       Dipisahkan dari bahan-bahan yang mungkin bereaksi
d.  Kran dari saluran gas harus tetap dalam keadaan tertutup rapat jika tidak sedang dipergunakan
e.       Disediakan alat pelindung diri, pakaian kerja, masker, dan sarung tangan.
2. Bahan Korosif
Banyak bahan korosif atau bahan kimia yang dapat merusak atau mengikis bagian permukaan lingkungan. Contoh bahan korosif, misalnya asam-asam (HCl, H2SO4,) anhidrida asam, dan alkali. Bahan ini dapat merusak wadah dan bereaksi dengan zat-zat beracun.
Syarat penyimpanan:
a.       Ruangan dingin dan berventilasi
b.      Wadah tertutup dan beretiket
c.       Dipisahkan dari zat-zat beracun.
3. Bahan Mudah Terbakar
Banyak bahan-bahan kimia yang dapat terbakar sendiri, terbakar jika terkena udara, terkena benda panas, terkena api, atau jika bercampur dengan bahan kimia lain. Fosfor (P) putih, fosfin (PH3), alkil logam, boran (BH3) misalnya akan terbakar sendiri jika terkena udara. Pipa air, tabung gelas yang panas akan menyalakan karbon disulfide (CS2). Bunga api dapat menyalakan bermacam-macam gas. Dari segi mudahnya terbakar cairan organik dapat dibagi menjadi 3 golongan:
a.       Cairan yang terbakar di bawah temperatur -4oC, misalnya karbon disulfida (CS2), eter (C2H5OC2H5), benzena (C5H6, aseton (CH3COCH3).
b.      Cairan yang dapat terbakar pada temperatur antar -4oC - 21oC, misalnya etanol, (C2H5OH), methanol (CH3OH).
c.       Cairan  yang  dapat  terbakar  pada  temperatur  21oC   93,5oC,  misalnya  kerosin (minyak lampu), terpentin, naftalena, minyak baker.
Syarat penyimpanan:
1)      Temperatur dingin dan berventilasi
2)      Jauhkan dari sumber api atau panas, terutama loncatan api listrik dan bara rokok
3)      Tersedia alat pemadam kebakaran.
4. Bahan Mudah Meledak
Contoh bahan kimia mudah meledak antara lain: ammonium nitrat, nitrogliserin, TNT. Banyak reaksi eksoterm antara gas-gas dan serbuk zat-zat padat yang dapat meledak dengan dahsyat. Kecepatan reaksi zat-zat seperti ini sangat tergantung pada komposisi dan bentuk dari campurannya. Kombinasi zat-zat yang sering meledak di laboratorium pada waktu melakukan percobaan misalnya:
a.       Natrium (Na) atau kalium (K) dengan air
b.      Ammonium nitrat (NH4NO3), serbuk seng (Zn) dengan air
c.       Kalium nitrat (KNO3) dengan natrium asetat (CH3COONa)
d.      Nitrat dengan eter
e.       Peroksida dengan magnesium (Mg), seng (Zn) atau aluminium (Al)
f.       Klorat dengan asam sulfat
g.      Asam nitrat (HNO3) dengan seng (Zn), magnesium atau logam lain
h.      Halogen dengan amoniak
i.        Merkuri oksida (HgO) dengan sulfur (S)
j.        Fosfor (P) dengan asam nitrat (HNO3), suatu nitrat atau klorat
Syarat penyimpanan:
1)      Ruangan dingin dan berventilasi
2)      Jauhkan dari panas dan api
3)      hindarkan dari gesekan atau tumbukan mekanis
5. Bahan Oksidator

Bahan kimia yang mudah melakukan proses reduksi dalam suatu reaksi kimia. Contoh: perklorat, permanganat, peroksida organik

       Syarat penyimpanan:
a.       Temperatur ruangan dingin dan berventilasi
b.      Jauhkan dari sumber api dan panas, termasuk loncatan api listrik dan bara rokok
c.       Jauhkan dari bahan-bahan cairan mudah terbakar atau reduktor

Selain itu, bahan kimia yang ada di laboratorium tingkat pendidikan selalu disertai dengan lambang tertentu pada label, atau etiket kemasannya, terutama dimaksudkan pada bahaya atau akibat yang dapat ditimbulkan oleh zat yang bersangkutan.[1] Hal ini menjadi sangat penting dikarenakan penggunaan bahan kimia tidaklah sembarangan tetapi diharuskan memahami dan mengetahui hal-hal yang berhubungan dengan bahaya yang ditimbulkannya.  Beberapa lambang yang sering di jumpai pada reagen atau suatu bahan kimia yang ada di laboratorium adalah sebagai berikut:


Lambang E (explosive) berarti bahan kimia dapat meledak


Lambang F (highly flammable); berarti bahan kimia bersifat mudah menyala/ terbakar


Lambang F+ (extremely flammable); berarti bahan kimia bersifat sangat mudah terbakar


Lambang O (oxidant substance); berarti bahan kimia bersifat pengoksidasi


Lambang T (toxix); berarti bahan kimia bersifat racun


Lambang T+ (very toxix); berarti bahan kimia bersifat racun-kuat


Lambang C (corrosive); berarti bahan kimia bersifat korosif atau dapat merusak jaringan hidup


Lambang Xi (Irritant); berarti bahan kimia dapat menyebabkan iritasi terhadap jaringan atau organ tubuh


Lambang Xn (harmful) berarti bahan kimia dapat melukai jaringan atau organ tubuh.


Lambang N ( dangerous for the environment); berarti bahan kimia yang bersifat berbahaya bagi satu atau beberapa komponen dalam lingkungan kehidupan.

Kemasan suatu zat dapat mengandung 1 bahkan lebih lambang yang menandakan bahaya yang dapat ditimbulkannya. Namun demikian kemasan tanpa lambang bahaya bukanlah berarti bahwa zat yang bersangkutan aman atau bebas bahaya. Setiap reagen atau bahan kimia harus hati-hati dalam memperlakukannya. Umumnya bahan kimia bersifat racun bagi tubuh bila masuk ke dalam tubuh melalui oral atau luka.  Mengenal dulu sebelum berhubungan langsung dengan zat yang bersangkutan akan memberikan rasa aman dalam bekerja, dan rasa takut atau sikap hati-hati yang berlebihan dalam memperlakukan suatu zat adalah tindakkan yang tidak perlu.[2]

II. GREEN CHEMISTRY

A.      Pengertian Green Chemistry

Laboratorium kimia tidak hanya mempersoalkan hasil akhir, tetapi juga bagaimana proses inkuiri dapat ikut berkembang. Akan tetapi kegiatan laboratorium kimia juga merupkan sumber bahan kimia yang kemudian limbahnya menimbulkan pencemaran lingkungan. Pembelajaran yang  mengacu pada green chemistry menjadi sangat penting, dalam rangka mewujudkan pembelajaran kimia yang efektif namun harus juga menjamin perlindungan terhadap lingkungan dan warga sekolah itu sendiri. (Nugrohadi, 2009)
Green chemistry adalah suatu konsep teknologi kimia inovatif yang mengurangi atau menghilangkan penggunaan atau timbulnya bahan kimia berbahaya dalam desain, pembuatan dan penggunaan produk kimia (Nurma, 2008). Green Chemistry atau dikenal sebagai “Kimia Hijau” merupakan sebuah pendekatan terhadap sintesis, proses dan penggunaan bahan kimia yang dapat mengurangi bahaya pada manusia dan lingkungan. Selain itu, Green Chemistry dapat diartikan sebagai teknik dan metodologi kimia yang dapat mengurangi atau menghilangkan penggunaan atau pembentukan dari bahan baku, produk, produk samping, pelarut, precursor yang berbahaya bagi kesehatan manusia maupun lingkungan. Sudah banyak ilmu kimia inovatif yang dikembangkan beberapa tahun belakangan ini yang efektif, efisien dan ramah lingkungan. Pendekatan ini terdiri dari sintesis dan proses baru serta peralatan baru yang dapat menunjukan kepada kimiawan lain bagaimana cara berhubungan dengan ilmu kimia dengan sikap yang lebih ramah lingkungan.[1]
Tidak hanya itu, konsep green chemistry menawarkan penggunaan bahan yang bijak, aman, ramah lingkungan, hemat, dan optimal dalam penggunaannya. Anastas dan Warner (1998) telah mengembangkan prinsip-prinsip green chemistry. Beberapa prinsip green chemistry yang dapat diaplikasikan dalam dunia pendidikan adalah penggunaan bahan kimia yang aman, penggunaan pelarut dan zat tambahan yang aman, penggunaan bahan terbarukan, pencegahan polusi dan peningkatan keselamatan kerja.

B.       Prinsip-prinsip Green Chemistry

Prinsip bahan kimia ramah lingkungan (green Chemistry ) yang diungkapkan oleh Paul Anastas dan John Warner (1998) ada 12 prinsip, yaitu: 
1.      Mencegah Limbah
Yaitu bagaiamna kemampuan kimiawan untuk merancang ulang transformasi kimia untuk meminimalkan produksi limbah berbahaya merupakan langkah pertama yang penting dalam pencegahan polusi. Dengan mencegah generasi sampah, kita meminimalkan bahaya yang berhubungan dengan limbah, transportasi, penyimpanan dan perawatan.
2.      Memaksimalkan Atom Ekonomi
Ekonomi Atom adalah sebuah konsep, yang dikembangkan oleh Barry Trost dari Stanford University yang mengevaluasi efisiensi transformasi kimia. Mirip dengan perhitungan hasil, ekonomi atom merupakan rasio dari total massa atom dalam produk yang diinginkan dengan massa total atom pada reaktan. Memilih transformasi yang menggabungkan sebagian besar bahan awal ke dalam produk lebih efisien dan meminimalkan limbah.
3.      Desain sintesis kimia yang kurang berbahaya
Metode sintetis seharusnya didesain untuk menggunakan dan menghasilkan zat yang memiliki kadar sekecil mungkin atau bahkan tidak beracun terhadap kesehatan manusia dan lingkungan. Tujuannya adalah untuk menggunakan reagen kurang berbahaya bila memungkinkan dan proses desain yang tidak menghasilkan produk sampingan berbahaya.
4.      Desain Produk kimia yang aman
Produk kimia seharusnya didesain untuk mempengaruhi fungsi yang diinginkan dengan meminimalkan toksisitas ( sifat beracun) mereka.
5.      Gunakan Pelarut / kondisi reaksi yang aman
Semaksimal mungkin diupayakan untuk tidak menggunaan zat tambahan (misalnya, pelarut, agen pemisah, dll). Penggunakan pelarut biasanya mengarah ke produksi limbah. Oleh karena itu penurunan volume pelarut atau bahkan penghapusan total pelarut akan lebih baik. Dalam kasus di mana pelarut diperlukan, hendaknya perlu diperhatikan penggunaan pelarut yang cukup aman.
6.      Meningkatkan Efisiensi Energi
Kebutuhan Energi dalam proses kimia harus diakui berdampak pada lingkungan dan ekonomi dan harus diminimalkan. Jika mungkin, metode sintetis dan pemurnian harus dirancang untuk suhu dan tekanan ruang, sehingga biaya energi yang berkaitan dengan suhu dan tekanan ekstrim dapat diminimalkan.
7.      Gunakan Bahan Baku Terbarukan
Bila memungkinkan, transformasi kimia harus dirancang untuk memanfaatkan bahan baku yang terbarukan. Contoh bahan baku terbarukan termasuk produk pertanian atau limbah dari proses lainnya. Contoh bahan baku depleting termasuk bahan baku yang ditambang atau dihasilkan dari bahan bakar fosil (minyak bumi, gas alam atau batubara).
8.      Hindari penggunaan Kimia Derivatif
Derivatisasi yang tidak perlu (penggunaan kelompok „blocking“, proteksi / deproteksi, modifikasi sementara proses fisika / proses kimia) harus dikurangi atau dihindari jika mungkin, karena langkah-langkah seperti ini membutuhkan reagen tambahan dan dapat menghasilkan limbah. Transformasi Sintetik yang lebih selektif akan menghilangkan atau mengurangi kebutuhan untuk proteksi gugus fungsi. Selain itu, urutan sintetis alternatif dapat menghilangkan kebutuhan untuk mengubah gugus fungsi dengan ada gugus fungis lain yang lebih sensitif.
9.      Gunakan Katalis
Secara stoikiometri katalis dengan selektivitas yang tinggi memang lebih unggul dalam reaksi. Katalis dapat memainkan beberapa peran dalam proses transformasi, antara lain dapat meningkatkan selektivitas reaksi, mengurangi suhu transformasi, meningkatkan tingkat konversi produk dan mengurangi limbah reagen (karena mereka tidak dikonsumsi selama reaksi). Dengan mengurangi suhu, kita dapat menghemat energi dan berpotensi menghindari reaksi samping yang tidak diinginkan.
10.  Desain Produk yang Terdegradasi
Produk kimia seharusnya didesain hingga pada akhir fungsinya nanti mereka dapat terurai menjadi produk degradasi yang tidak berbahaya ketika mereka dilepaskan ke lingkungan. Disinilah arti pentingnya sintesis material sehari-hari yang biodegradable, misalnya biopolimer, plastik ramah lingkungan dst.
11.  Analisis Real-Time untuk Mencegah Polusi
Selalu penting untuk memonitor kemajuan reaksi untuk mengetahui kapan reaksi selesai atau untuk mendeteksi munculnya produk samping yang tidak diinginkan. Bila memungkinkan, metodologi analitis harus dikembangkan dan digunakan untuk memungkinkan untuk real-time, pemantauan pada proses dan kontrol untuk meminimalkan pembentukan zat berbahaya.
12.  Minimalkan Potensi Kecelakaan
Salah satu cara untuk meminimalkan potensi kecelakaan kimia adalah memilih pereaksi dan pelarut yang memperkecil potensi ledakan, kebakaran dan kecelakaan yang tak disengaja. Risiko yang terkait dengan jenis kecelakaan ini kadang-kadang dapat dikurangi dengan mengubah bentuk (padat, cair atau gas) atau komposisi dari reagen.[2]
Dewasa ini sudah banyak sekali penelitian-penelitian yang mengarah/ berbasis pada aspek keberlangsungan. Sebagai contoh misalnya usaha untuk menemukan energi terbarukan, antara lain energi surya, energi bahan bakar yang berbasis hidrogen, biogas, termasuk proses penyimpanannya jangka panjang. Penggunaan green solvent dan green katalist, termasuk di dalamnya biokatalist ( yang reusable dan recycle), mekanisme sintesis yang dirancang ramah lingkungan, begitu pula upaya memaksimalkan atau memanfaat kan kembali limbah sebagai bahan baku bermanfaat di masa depan adalah merupakan usaha-usaha para ilmuwan untuk terwujudnya bumi yang hijau.
            Green chemistry ditujukan pada dampak produk dan proses industri terhadap lingkungan. Prinsip utama dalam Green chemistry adalah “mencegah lebih baik daripada mengobati”, sehingga tujuan Green chemistry adalah mencegah timbulnya polusi daripada menangani limbah yang terjadi.
Laboratorium lebih aman dan terjamin jika mereka mengganti bahan kimia yang tidak berbahaya, atau kurang berbahaya bila memungkinkan. Beberapa contoh bahan pengganti yaitu:

Bahan Kimia Toksik
Pengganti
Kloroform
Heksana
Karbon tetra klorida
Heksana
1,4-Dioksan
THF (tetrahidrofuran)
Benzena
Sikloheksana atau toluena
Xylena
Toluena
2-Butanol
1-Butanol
p-Diklorobenzena
Naftalena, Asam strearat, Asam Laurat







C.      Penerapan Green Chemistry
Dalam suatu artikelnya Noyori (2009), memaparkan perkembangan riset kimia dari penemuan struktur DNA hingga riset kimia yang mulai mempertimbangkan aspek lingkungan dan generasi mendatang. Riset kimia yang terakhir ini kemudian dikenal sebagai green chemistry atau kimia ramah lingkungan. Kimia ramah lingkungan pada prinsipnya mengacu pada pemanfaatan ilmu kimia dalam rangka mencegah terjadinya polusi. Sebenarnya kimia ramah lingkungan bukan cabang kimia baru, tetapi lebih merupakan cara berpikir atau pola pandang baru bahwa penerapan ilmu kimia harus mempertimbangkan lingkungan dan generasi mendatang (Clark, 2005; Beach, dkk., 2009; Anastas dan Eghbali, 2009).
Pelaksanaan kimia ramah lingkungan berpijak pada 12 prinsip yang telah dijelaskan sebelumnya. Kedua belas prinsip tersebut dapat dilihat pada riset-riset kimia pada beberapa dekade terakhir. Mulai tahun 1995 hingga 2011, riset kimia yang mengarah pada kimia ramah lingkungan mengalami peningkatan yang signifikan (Andraos dan Dicks, 2012). Bahkan Noyori (2009) mengatakan bahwa riset kimia di masa yang akan datang adalah riset kimia yang mengarah pada kimia ramah lingkungan. Metode sintesis yang baru, penggunaan pelarut organik dikurangi dan tahapan sintesisnya lebih singkat sehingga mampu mengurangi toksisitas bagi tubuh, pencemaran air dan energi. Selain itu, pola pikir kritis juga dapat menunjang dalam mengatasi masalah-masalah nyata yang terkait dengan lingkungan seperti pada polihidroksi alkanoat dari jagung sebagai bahan pembuatan plastik yang biodegradable sehingga mengurangi limbah plastik (Gambar 2). [3]


Gambar 1 (Tahapan pembuatan polihidroksi alkanoat dari jagung (bahan yang dapat diperbarui) sebagai bahan pembuatan plastik yang biodegradable)

D.      Penerapan Green Chemistry di Sekolah


Penggunaan virtual laboratorium ternyata memiliki andil besar dalam program green chemistry.Virtual laboratorium adalah laboratorium komputasi yang dirancang agar siswa mampu melakukan praktikum walau tidak secara langsung. Penggunaan ini dimaksudkan untuk meminimalisir kesalahan dalam laboratorium dalam hal penggunaan bahan kimia maupun hasil praktikum atau penelitian. Hal ini juga mampu menghemat bahan ketika praktikum dengan meminimalisir percobaan yang dilakukan. Melihat fakta yang membuktikan bahwa penyumbang limbah laboratorium terbesar adalah sekolah-sekolah SMA.


[1] ml.scribd.com/doc/127561753/Makalah-Kimia-Hijau-Green-Chemistry
[2] http://nadhifzone.blogspot.com/2012/04/green-chemistry.html
[3] http://www.labpendidikan.net/?p=1343

[1] Ibid; h. 21-22
[2] Ibid; h. 22

[1] Drs. Mulyono HAM, M.Pd, Membuat Reagen Kimia di Laboratorium, (Jakarta: Bumi Aksara,2011), h. 20

Tidak ada komentar:

Posting Komentar