“Sustainable Chemistry” kimia yang berkelanjutan yaitu suatu desain produk / aktifitas / proses kimia yang mengurangi atau menghilangkan penggunaan bahan kimia yang berbahaya, mengurangi atau meminimalisasi penggunaan energi (hemat energi), dan memperioritaskan menggunakan bahan baku yang terbaharukan. #Group6 #PengenalanBahanBerbahaya #ChemistryEducation11
Kamis, 18 September 2014
Bahan Kimia Berbahaya di Laboratorium Pendidikan
I. BAHAN KIMIA BERBAHAYA DI LABORATORIUM PENDIDIKAN
A. Pengenalan Zat Kimia dan Sifat Zat Kimia
Pengenalan terhadap zat sangatlah penting, dan
suatu keharusan bagi siapa saja yang berada di lingkungan zat (terutama
dilaboratorium atau gudang bahan kimia) atau yang akan mengemas, menggunakan,
atau memperlakukan zat itu dalam pekerjaan tertentu. Kemampuan ini sangat penting dan sangat membantu bagaimana orang
itu seharusnya dan sebaiknya berbuat sehingga diri dan lingkungannya tetap
bersih, sehat, dan aman disamping pekerjaannya menjadi lebih lancar
dan cermat.
Sifat zat meliputi sifat fisis dan kimia. Sifat-sifat ini meliputi
antara lain wujud, warna, bau, titik didih, titik bakar, higroskopis, daya
larut, daya cemar, daya rusak, daya racun, rumus molekul, rumus kristal, dan
kereaktifan. Sebagian besar zat kimia adalah pencemar bagi lingkungannya, dan sebagian
zat ada yang mudah terbakar, mudah meledak, korosif (terutama asam-asam),
merusak organ tubuh, atau meracuni organisme. Kereaktifan zat dapat diartikan
kemudahan zat itu bereaksi dengan zat tertentu, udara, cahaya, atau benda lain
yang berada disekitarnya.[1]
Zat dalam keseharian dapat dibedakan dalam :
a.
Bahan (material) yakni zat yang menjadi komponen dari suatu proses
atau pembentukkan barang atau produk.
b.
Pereaksi (ragent), yakni zat yang berperan dalam suatu reaksi kimia
atau diterapkan untuk tujuan analisis kimia.
Tabel Beberapa Zat dan Bahayanya
No
|
Sifat
|
Contoh Zat
|
Bahaya atau
akibat
|
1
|
Mudah
terbakar/ menyala
|
Pelarut
organik, P, CS2
|
Kebakaran
|
2
|
Mudah meledak
|
TNT, KClO3
|
Ledakkan
|
3
|
Iritasi
saluran pernafasan
|
Cl2,
NO2 (asam HNO3)
|
Merusak jaringan
|
4
|
Iritasi kulit
|
Basa kuat,
fenol
|
Kulit
melepuh/ terbakar/ gatal
|
5
|
Iritasi mata
|
Methanol
|
Buta
(terminum), gangguan mata,
|
6
|
Hidrasi
|
H2SO4
pekat
|
Membakar
kulit, melapukkan kain
|
7
|
Oksidator
|
HNO3,
H2SO4, KMnO4, KCr2O7,
KCrO4, KClO3, H2O2
|
Merusak peralatan
logam, kulit, plastik/karet
|
8
|
Korosif
|
Asam-asam
|
Merusak benda
(logam/kayu)
|
9
|
Racun
|
Benezena,
toluene, Cl2(g), Br2(g), Hg(g)
|
Kanker/gangguan
pernafasan/kerapuhan tulang
|
10
|
Pencemar
|
Umumnya
limbah kimia
|
Pencemaran
(air, tanah, udara)
|
B. Jenis Bahan Kimia Berbahaya di
Laboratorium
Laboratorium kimia merupakan sarana
penting untuk pendidikan, penelitian,
pelayanan, serta uji mutu atau quality control. Berbagai jenis laboratorium kimia
telah
banyak dimiliki
oleh sekolah lanjutan atas (SMA dan SMK), perguruan tinggi, industri dan jasa serta lembaga penelitian dan pengembangan. Karena perbedaan fungsi dan kegunaannya, dengan sendirinya berbeda
pula dalam desain, fasilitas, teknik, dan
penggunaan bahan. Walaupun demikian, apabila
ditinjau dari aspek keselamatan kerja, laboratorium-laboratorium kimia mempunyai bahaya dasar yang
sama
sebagai akibat
penggunaan bahan kimia dan teknik di dalamnya.
Dalam
labolatorium perlu kita mengenal dan memahami bahan-bahan kimia berdasarkan
jenis, sifat dan syarat penyimpanannya. Beberapa syarat penyimpanan berdasarkan jenis dan sifat bahan-bahan
kimia secara singkat adalah sebagai
berikut:
1. Bahan Beracun
Banyak bahan-bahan kimia yang beracun. Yang paling keras dan sering dijumpai di laboratorium sekolah
antara lain: sublimate (HgCl2), persenyawaan sianida, arsen, gas karbon monoksida
(CO) dari
aliran gas.
Syarat penyimpanan:
a. Ruangan dingin dan berventilasi
b. Jauh dari bahaya kebakaran
c. Dipisahkan dari bahan-bahan yang mungkin bereaksi
d. Kran dari saluran gas harus tetap dalam keadaan tertutup rapat jika tidak sedang dipergunakan
e. Disediakan alat pelindung diri, pakaian kerja,
masker, dan
sarung tangan.
2. Bahan Korosif
Banyak bahan korosif atau bahan kimia yang dapat merusak atau mengikis
bagian permukaan lingkungan. Contoh bahan korosif, misalnya asam-asam (HCl, H2SO4,) anhidrida asam, dan alkali. Bahan ini dapat
merusak
wadah dan bereaksi dengan zat-zat beracun.
Syarat penyimpanan:
a. Ruangan dingin dan berventilasi
b. Wadah tertutup
dan beretiket
c. Dipisahkan dari zat-zat beracun.
3. Bahan Mudah Terbakar
Banyak bahan-bahan kimia yang dapat terbakar sendiri, terbakar jika
terkena udara, terkena benda panas, terkena api, atau jika bercampur dengan bahan kimia lain. Fosfor (P)
putih, fosfin (PH3), alkil logam, boran (BH3) misalnya akan terbakar sendiri jika terkena udara. Pipa air, tabung gelas yang panas akan menyalakan karbon disulfide (CS2). Bunga api
dapat menyalakan bermacam-macam gas. Dari segi mudahnya terbakar cairan organik dapat dibagi menjadi
3 golongan:
a. Cairan yang terbakar di bawah temperatur -4oC, misalnya karbon disulfida (CS2), eter (C2H5OC2H5),
benzena (C5H6, aseton (CH3COCH3).
b. Cairan yang dapat terbakar pada temperatur antara -4oC - 21oC, misalnya etanol, (C2H5OH), methanol (CH3OH).
c. Cairan yang dapat terbakar
pada temperatur 21oC – 93,5oC, misalnya
kerosin
(minyak lampu),
terpentin,
naftalena, minyak baker.
Syarat penyimpanan:
1)
Temperatur dingin dan berventilasi
2)
Jauhkan dari sumber api
atau panas,
terutama loncatan api
listrik
dan bara rokok
3)
Tersedia
alat
pemadam kebakaran.
4. Bahan Mudah Meledak
Contoh bahan kimia mudah meledak antara lain: ammonium nitrat, nitrogliserin, TNT. Banyak reaksi eksoterm antara gas-gas dan serbuk zat-zat padat yang
dapat meledak dengan dahsyat. Kecepatan reaksi zat-zat seperti ini sangat tergantung pada komposisi
dan
bentuk dari campurannya. Kombinasi zat-zat yang sering meledak di laboratorium
pada waktu melakukan percobaan misalnya:
a.
Natrium (Na) atau kalium (K) dengan air
b.
Ammonium
nitrat (NH4NO3), serbuk seng (Zn) dengan air
c.
Kalium nitrat (KNO3) dengan natrium
asetat (CH3COONa)
d.
Nitrat dengan eter
e.
Peroksida dengan magnesium (Mg), seng (Zn) atau aluminium (Al)
f.
Klorat dengan asam
sulfat
g.
Asam nitrat (HNO3) dengan seng (Zn),
magnesium
atau logam lain
h.
Halogen dengan amoniak
i.
Merkuri oksida (HgO) dengan sulfur (S)
j.
Fosfor (P) dengan asam nitrat (HNO3),
suatu nitrat atau klorat
Syarat penyimpanan:
1)
Ruangan dingin dan berventilasi
2)
Jauhkan dari panas dan api
3)
hindarkan dari gesekan atau tumbukan mekanis
5. Bahan Oksidator
Bahan kimia yang mudah melakukan proses reduksi
dalam suatu reaksi kimia. Contoh: perklorat, permanganat,
peroksida organik
Syarat penyimpanan:
a.
Temperatur ruangan dingin dan berventilasi
b.
Jauhkan dari sumber api
dan
panas, termasuk
loncatan api
listrik
dan bara rokok
c.
Jauhkan dari bahan-bahan cairan mudah terbakar atau reduktor
Selain itu,
bahan kimia yang ada di laboratorium tingkat pendidikan selalu disertai dengan
lambang tertentu pada label, atau etiket kemasannya, terutama dimaksudkan pada
bahaya atau akibat yang dapat ditimbulkan oleh zat yang bersangkutan.[1] Hal ini menjadi sangat penting dikarenakan
penggunaan bahan kimia tidaklah sembarangan tetapi diharuskan memahami dan
mengetahui hal-hal yang berhubungan dengan bahaya yang ditimbulkannya. Beberapa lambang yang sering di jumpai pada
reagen atau suatu bahan kimia yang ada di laboratorium adalah sebagai berikut:
|
Lambang E (explosive) berarti bahan kimia dapat meledak
|
|
Lambang F (highly flammable); berarti bahan kimia bersifat
mudah menyala/ terbakar
|
|
Lambang F+ (extremely flammable); berarti bahan kimia
bersifat sangat mudah terbakar
|
|
Lambang O (oxidant
substance); berarti bahan kimia bersifat pengoksidasi
|
|
Lambang T (toxix); berarti bahan kimia bersifat racun
|
|
Lambang T+ (very toxix); berarti bahan kimia bersifat racun-kuat
|
|
Lambang C (corrosive); berarti bahan kimia bersifat korosif
atau dapat merusak jaringan hidup
|
|
Lambang Xi (Irritant); berarti bahan kimia dapat
menyebabkan iritasi terhadap jaringan atau organ tubuh
|
|
Lambang Xn
(harmful) berarti bahan kimia dapat melukai jaringan atau organ tubuh.
|
|
Lambang N ( dangerous for the environment); berarti bahan
kimia yang bersifat berbahaya bagi satu atau beberapa komponen dalam
lingkungan kehidupan.
|
Kemasan
suatu zat dapat mengandung 1 bahkan lebih lambang yang menandakan bahaya yang
dapat ditimbulkannya. Namun demikian kemasan tanpa lambang
bahaya bukanlah berarti bahwa zat yang bersangkutan aman atau bebas bahaya.
Setiap reagen atau bahan kimia harus hati-hati dalam memperlakukannya. Umumnya
bahan kimia bersifat racun bagi tubuh bila masuk ke dalam tubuh melalui oral
atau luka. Mengenal dulu sebelum
berhubungan langsung dengan zat yang bersangkutan akan memberikan
rasa aman dalam bekerja, dan rasa takut
atau sikap hati-hati yang berlebihan dalam
memperlakukan suatu zat adalah tindakkan yang tidak perlu.[2]
II. GREEN CHEMISTRY
A. Pengertian Green Chemistry
Laboratorium kimia tidak hanya mempersoalkan hasil akhir, tetapi
juga bagaimana
proses inkuiri dapat ikut berkembang. Akan tetapi kegiatan laboratorium kimia
juga merupkan sumber bahan kimia yang kemudian limbahnya menimbulkan pencemaran
lingkungan. Pembelajaran yang mengacu
pada green chemistry menjadi sangat penting, dalam rangka mewujudkan
pembelajaran kimia yang efektif namun harus juga menjamin perlindungan terhadap
lingkungan dan warga sekolah itu sendiri.
(Nugrohadi, 2009)
Green chemistry adalah
suatu konsep teknologi kimia inovatif yang mengurangi atau menghilangkan
penggunaan atau timbulnya bahan kimia berbahaya dalam desain, pembuatan dan
penggunaan produk kimia (Nurma, 2008). Green
Chemistry atau dikenal sebagai “Kimia Hijau” merupakan sebuah pendekatan
terhadap sintesis, proses dan penggunaan bahan kimia yang dapat mengurangi
bahaya pada manusia dan lingkungan. Selain itu, Green Chemistry dapat diartikan sebagai teknik dan metodologi kimia
yang dapat mengurangi atau menghilangkan
penggunaan atau pembentukan dari bahan baku, produk, produk samping, pelarut,
precursor yang berbahaya bagi kesehatan manusia maupun lingkungan. Sudah banyak
ilmu kimia inovatif yang dikembangkan beberapa tahun belakangan ini yang
efektif, efisien dan ramah lingkungan. Pendekatan ini terdiri dari sintesis dan
proses baru serta peralatan baru yang dapat menunjukan kepada kimiawan lain
bagaimana cara berhubungan dengan ilmu kimia dengan sikap yang lebih ramah
lingkungan.[1]
Tidak hanya itu, konsep green chemistry menawarkan
penggunaan bahan yang bijak, aman, ramah lingkungan, hemat, dan optimal dalam
penggunaannya. Anastas dan Warner (1998) telah mengembangkan prinsip-prinsip green
chemistry. Beberapa prinsip green chemistry yang dapat diaplikasikan
dalam dunia pendidikan adalah penggunaan bahan kimia yang aman, penggunaan
pelarut dan zat tambahan yang aman, penggunaan bahan terbarukan, pencegahan
polusi dan peningkatan keselamatan kerja.
B. Prinsip-prinsip Green Chemistry
Prinsip bahan kimia ramah lingkungan (green Chemistry ) yang diungkapkan oleh Paul Anastas dan John Warner (1998) ada 12 prinsip, yaitu:
1.
Mencegah Limbah
Yaitu bagaiamna kemampuan
kimiawan untuk merancang ulang transformasi kimia untuk meminimalkan produksi
limbah berbahaya merupakan langkah pertama yang penting dalam pencegahan
polusi. Dengan mencegah generasi sampah, kita meminimalkan bahaya yang
berhubungan dengan limbah, transportasi, penyimpanan dan perawatan.
2.
Memaksimalkan Atom Ekonomi
Ekonomi Atom adalah sebuah
konsep, yang dikembangkan oleh Barry Trost dari Stanford University yang
mengevaluasi efisiensi transformasi kimia. Mirip dengan perhitungan hasil,
ekonomi atom merupakan rasio dari total massa atom dalam produk yang diinginkan
dengan massa total atom pada reaktan. Memilih transformasi yang menggabungkan
sebagian besar bahan awal ke dalam produk lebih efisien dan meminimalkan
limbah.
3.
Desain sintesis kimia yang kurang berbahaya
Metode sintetis seharusnya
didesain untuk menggunakan dan menghasilkan zat yang memiliki kadar sekecil
mungkin atau bahkan tidak beracun terhadap kesehatan manusia dan lingkungan.
Tujuannya adalah untuk menggunakan reagen kurang berbahaya bila memungkinkan
dan proses desain yang tidak menghasilkan produk sampingan berbahaya.
4.
Desain Produk kimia yang aman
Produk kimia seharusnya
didesain untuk mempengaruhi fungsi yang diinginkan dengan meminimalkan
toksisitas ( sifat beracun) mereka.
5.
Gunakan Pelarut / kondisi reaksi yang aman
Semaksimal mungkin diupayakan
untuk tidak menggunaan zat tambahan (misalnya, pelarut, agen pemisah, dll).
Penggunakan pelarut biasanya mengarah ke produksi limbah. Oleh karena itu
penurunan volume pelarut atau bahkan penghapusan total pelarut akan lebih baik.
Dalam kasus di mana pelarut diperlukan, hendaknya perlu diperhatikan penggunaan
pelarut yang cukup aman.
6.
Meningkatkan Efisiensi Energi
Kebutuhan Energi dalam proses
kimia harus diakui berdampak pada lingkungan dan ekonomi dan harus
diminimalkan. Jika mungkin, metode sintetis dan pemurnian harus dirancang untuk
suhu dan tekanan ruang, sehingga biaya energi yang berkaitan dengan suhu dan
tekanan ekstrim dapat diminimalkan.
7.
Gunakan Bahan Baku Terbarukan
Bila memungkinkan,
transformasi kimia harus dirancang untuk memanfaatkan bahan baku yang
terbarukan. Contoh bahan baku terbarukan termasuk produk pertanian atau limbah
dari proses lainnya. Contoh bahan baku depleting termasuk bahan baku yang
ditambang atau dihasilkan dari bahan bakar fosil (minyak bumi, gas alam atau
batubara).
8.
Hindari penggunaan Kimia Derivatif
Derivatisasi yang tidak perlu
(penggunaan kelompok „blocking“, proteksi / deproteksi, modifikasi sementara
proses fisika / proses kimia) harus dikurangi atau dihindari jika mungkin,
karena langkah-langkah seperti ini membutuhkan reagen tambahan dan dapat
menghasilkan limbah. Transformasi Sintetik yang lebih selektif akan
menghilangkan atau mengurangi kebutuhan untuk proteksi gugus fungsi. Selain
itu, urutan sintetis alternatif dapat menghilangkan kebutuhan untuk mengubah
gugus fungsi dengan ada gugus fungis lain yang lebih sensitif.
9.
Gunakan Katalis
Secara stoikiometri katalis
dengan selektivitas yang tinggi memang lebih unggul dalam reaksi. Katalis dapat
memainkan beberapa peran dalam proses transformasi, antara lain dapat
meningkatkan selektivitas reaksi, mengurangi suhu transformasi, meningkatkan
tingkat konversi produk dan mengurangi limbah reagen (karena mereka tidak
dikonsumsi selama reaksi). Dengan mengurangi suhu, kita dapat menghemat energi
dan berpotensi menghindari reaksi samping yang tidak diinginkan.
10.
Desain Produk yang Terdegradasi
Produk kimia seharusnya
didesain hingga pada akhir fungsinya nanti mereka dapat terurai menjadi produk
degradasi yang tidak berbahaya ketika mereka dilepaskan ke lingkungan.
Disinilah arti pentingnya sintesis material sehari-hari yang biodegradable,
misalnya biopolimer, plastik ramah lingkungan dst.
11.
Analisis Real-Time untuk Mencegah Polusi
Selalu penting untuk memonitor
kemajuan reaksi untuk mengetahui kapan reaksi selesai atau untuk mendeteksi
munculnya produk samping yang tidak diinginkan. Bila memungkinkan, metodologi
analitis harus dikembangkan dan digunakan untuk memungkinkan untuk real-time,
pemantauan pada proses dan kontrol untuk meminimalkan pembentukan zat
berbahaya.
12.
Minimalkan Potensi Kecelakaan
Salah satu cara untuk
meminimalkan potensi kecelakaan kimia adalah memilih pereaksi dan pelarut yang
memperkecil potensi ledakan, kebakaran dan kecelakaan yang tak disengaja.
Risiko yang terkait dengan jenis kecelakaan ini kadang-kadang dapat dikurangi
dengan mengubah bentuk (padat, cair atau gas) atau komposisi dari reagen.[2]
Dewasa ini sudah banyak sekali penelitian-penelitian yang
mengarah/ berbasis pada aspek keberlangsungan. Sebagai contoh misalnya usaha
untuk menemukan energi terbarukan, antara lain energi surya, energi bahan bakar yang berbasis hidrogen, biogas, termasuk proses penyimpanannya jangka
panjang. Penggunaan green solvent dan green katalist, termasuk di dalamnya
biokatalist ( yang reusable dan recycle), mekanisme sintesis yang
dirancang ramah lingkungan, begitu pula upaya memaksimalkan atau memanfaat kan
kembali limbah sebagai bahan baku bermanfaat di masa depan adalah merupakan
usaha-usaha para ilmuwan untuk terwujudnya bumi yang hijau.
Green chemistry ditujukan
pada dampak produk dan proses industri terhadap lingkungan. Prinsip utama dalam
Green chemistry adalah
“mencegah lebih baik daripada mengobati”, sehingga tujuan Green chemistry adalah
mencegah timbulnya polusi daripada menangani limbah yang terjadi.
Laboratorium lebih aman dan terjamin jika mereka mengganti bahan
kimia yang tidak berbahaya, atau kurang berbahaya bila memungkinkan. Beberapa
contoh bahan pengganti yaitu:
Bahan Kimia
Toksik
|
Pengganti
|
Kloroform
|
Heksana
|
Karbon tetra klorida
|
Heksana
|
1,4-Dioksan
|
THF (tetrahidrofuran)
|
Benzena
|
Sikloheksana atau toluena
|
Xylena
|
Toluena
|
2-Butanol
|
1-Butanol
|
p-Diklorobenzena
|
Naftalena, Asam strearat, Asam Laurat
|
C. Penerapan Green Chemistry
Dalam suatu artikelnya Noyori (2009), memaparkan
perkembangan riset kimia dari penemuan struktur DNA hingga riset kimia yang
mulai mempertimbangkan aspek lingkungan dan generasi mendatang. Riset kimia
yang terakhir ini kemudian dikenal sebagai green chemistry atau
kimia ramah lingkungan. Kimia ramah lingkungan pada prinsipnya mengacu pada
pemanfaatan ilmu kimia dalam rangka mencegah terjadinya polusi. Sebenarnya
kimia ramah lingkungan bukan cabang kimia baru, tetapi lebih merupakan cara
berpikir atau pola pandang baru bahwa penerapan ilmu kimia harus
mempertimbangkan lingkungan dan generasi mendatang (Clark, 2005; Beach, dkk.,
2009; Anastas dan Eghbali, 2009).
Pelaksanaan
kimia ramah lingkungan berpijak pada 12 prinsip yang
telah dijelaskan sebelumnya. Kedua belas
prinsip tersebut dapat dilihat pada riset-riset kimia pada beberapa
dekade terakhir. Mulai tahun 1995 hingga 2011, riset kimia yang mengarah pada
kimia ramah lingkungan mengalami peningkatan yang signifikan (Andraos dan
Dicks, 2012). Bahkan Noyori (2009) mengatakan bahwa riset kimia di masa yang
akan datang adalah riset kimia yang mengarah pada kimia ramah lingkungan.
Metode sintesis yang baru, penggunaan pelarut organik dikurangi dan tahapan
sintesisnya lebih singkat sehingga mampu mengurangi toksisitas bagi tubuh,
pencemaran air dan energi. Selain itu, pola pikir kritis juga dapat
menunjang dalam mengatasi masalah-masalah nyata yang terkait dengan lingkungan
seperti pada polihidroksi alkanoat dari jagung sebagai bahan pembuatan plastik
yang biodegradable sehingga mengurangi limbah plastik (Gambar 2). [3]
Gambar 1 (Tahapan pembuatan polihidroksi alkanoat dari
jagung (bahan yang dapat diperbarui) sebagai bahan pembuatan plastik yang
biodegradable)
D. Penerapan Green Chemistry di Sekolah
Penggunaan
virtual laboratorium ternyata memiliki andil besar dalam program green
chemistry.Virtual laboratorium adalah laboratorium komputasi yang dirancang
agar siswa mampu melakukan praktikum walau tidak secara langsung. Penggunaan
ini dimaksudkan untuk meminimalisir kesalahan dalam laboratorium dalam hal
penggunaan bahan kimia maupun hasil praktikum atau penelitian. Hal ini juga
mampu menghemat bahan ketika praktikum dengan meminimalisir percobaan yang
dilakukan. Melihat fakta yang membuktikan bahwa penyumbang limbah laboratorium
terbesar adalah sekolah-sekolah SMA.
[2] http://nadhifzone.blogspot.com/2012/04/green-chemistry.html
[3] http://www.labpendidikan.net/?p=1343
[1] Ibid; h. 21-22
[2] Ibid; h. 22
[1] Drs. Mulyono HAM, M.Pd, Membuat Reagen Kimia di Laboratorium, (Jakarta:
Bumi Aksara,2011), h. 20
Langganan:
Postingan (Atom)